GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGGUNAAN ZAT




GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGGUNAAN ZAT 

 
Edwin Munip
2011611059 
FAKULTAS PSIKOLOGI
2014

BAB I
PENDAHULUAN

      
Sejak masa prasejarah umat manusia telah menggunakan berbagai zat dengan harapan akan mengurangi rasa sakit fisik atau mengubah kondisi kesadaran. Hampir seluruh manusia telah menemukan semacam zat beracun yang mempengaruhi sistem saraf pusat, menghilangkan penderitaan fisik dan mental atau menghasilkan euforia. Terlepas dari konsekuensi mengonsumsi zat-zat semacam itu yang sering kali sangat merusak, efek awalnya biasanya menyenangkan, suatu faktor yang mungkin menjadi akar penyalahgunaan zat.
Orang-orang yang menyalahgunakan obat-obatan mengalami kerugian yang sangat besar karenanya hubungan pribadi yang dekat sering kali hancur, dan performa kerja sangat menurun. Penggunaan obat-obatan dikaitkan dengan berbagai perilaku berisiko yang rnembahayakan kesehatan, seperti tidak menggunakan kondom dan menggunakan jarum suntik secara bersama-sama. Kerugian karena penyalahgunaan obat termasuk kematian dini para penyalahguna, penanganan para penyalahguna, kriminalitas, dan penyakit medis yang sering kali ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat.
Pada tahun 1999, di Amerika Serikat hampir 15 juta orang rnenuturkan bahwa mereka menggunakan obat terlarang pada bulan sebelumnya. Selain itu, 105 juta orang Amerika yang berusia di atas 12 tahun menuturkan bahwa mereka mengkonsumsi alkohol dari berbagai jenis, dan 45 juta orang Amerika  menuturkan bahwa mereka melakukan minimal satu episode minum berlebihan (minum 5 gelas atau lebih) dalam 30 hari terakhir (SAMHS, 2000).
Sedangkan penggunaan obat di kalangan anak muda  di Amerika termasuk tinggi. Hampir 40 persen remaja hingga duduk di kelas 8 pernah mencoba menggunakan satu obat terlarang, ketika mereka lulus SMU, lebih dari separuhnya telah mencoba sekurang-kurangnya satu obat. Setelah penggunaan obat-obatan terlarang berkurang secara stabil pada tahun 1980-an dan 1990-an, penggunaannya tampaknya kembali mengalami peningkatan,
Begitupun dalam kurun 3 atau 4 dekade terakhir penggunaan zat psikoaktif di seluruh dunia khususnya di Indonesia, telah sangat meningkat, sehingga mengakibatkan gangguan dari segi psikiatri ataupun psikologi yaitu terjadinya gangguan mental dan perilaku yang juga sangat bertambah dengan pesat.














  

  


BAB II
PEMBAHASAN

      
Penggunaan zat secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori:  penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat. Ketergantungan zat dalam DSM  IV-TR ditandai oleh adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu zat. Ini mencakup penggunaan zat yang lebih banyak dari yang dimaksudkan, mencoba untuk berhenti, namun tidak berhasil, memiliki berbagai masalah fisik atau psikologis yang semakin parah karena penggunaan obat, dan mengalami masalah dalam pekerjaan atau dengan teman-teman.
Ketergantungan obat didiagnosis sebagai kondisi yang disertai dengan ketergantungan fisiologis (yang juga disebut kecanduan) jika terdapat toleransi atau gejala putus zat. Toleransi diindikasikan oleh salah satu dari (1) dosis zat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan lebih besar atau (2) efek obat menjadi sangat berkurang jika mengkonsumsi obat dalam dosis yang biasa. Simptom-simptom putus zat, berbagai efek negatif fisik dan psikologis, terjadi ketika orang yang bersangkutan menghentikan atau mengurangi jumlah konsumsi zat tersebut. Orang yang bersangkutan juga dapat menggunakan zat tersebut untuk menghilangkan atau menghindari simptom-simptom putus zat. Beberapa peneliti berpendapat bahwa putus zat harus menjadi kriteria wajib bagi diagnosis ketergantungan zat. Secara umum, mengalami ketergantungan fisik terhadap suatu obat dlikaitkan dengan berbagai masalah yang lebih berat (Schuckit dkk., 1999). Dalam kaitannya dengan putus zat bila dapat terlepas sama sekali dari zat tersebut disebut abstinens.
Dalam bab ini kita akan mengenal beberapa istilah yang perlu dijelaskan pengertiannya, yaitu:
1.         Zat psikoaktif  : Zat/bahan kimia yang apa bila masuk ke dalam tubuh manusia berefek mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental, emosional dan perilaku, dan seringkali menimbulkan ketagihan atau ketergantungan terhadap zat itu.
2.         Narkotika : Zat/obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, mengurangi / menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
3.         Ketergantungan zat atau kecanduan: Suatu keadaan yang disebabkan oleh penggunaan obat/zat yang secara berulang-ulang. Dengan ciri-ciri : keinginan luar biasa (tak tertahan) untuk menggunakan zat tersebut, kecenderungan menaikkan dosis (toleransi), ketergantungan psikologik, dan ketergantungan fisik.
4.        Drug abuse : Penyalahgunaan obat, yaitu pemakaian obat atas kehendak sendiri yang tidak mengikuti petunjuk dan tidak sesuai aturan yang ditetapkan oleh dokter/farmasi.

A.       Kriteria Ketergantungan Zat dalam DSM-IV-TR
Tiga atau lebih dari hal-hal berikut ini:
1.         Toleransi
2.         Putus Zat
3.         Zat digunakan dalam waktu lebih lama dan lebih banyak dari yang dimaksudkan
4.         Keinginan atau upaya untuk mengurangi atau mengendalikan penggunaannya
5.         Sangat banyak waktu yang digunakan dalam berbagai aktivitas untuk mendapatkan zat tersebut
6.         Berbagai aktivitas social, rekereasional, atau pekerjaan menjadi berhenti atau berkurang
7.        Terus-menerus menggunakannya meskipun menyadari bahwa berbagai masalah psikologis atau fisik menjadi semakin parah karenanya.

B.  Diagnosis Gangguan yang Berkaitan Dengan Penggunaan Zat
Bagian mengenai gangguan yang berkaitan dengan penggunaan zat dalam DSM-IV-TR mencakup beberapa diagnosis lain.
1.         Intoksikasi akut -- Keracunan zat akibat masuknya suatu zat ke dalam tubuh  mempengaruhi sistem saraf pusat dan menimbulkan berbagai efek kognitif dan perilaku maladaptif.
2.         Penggunaan yang merugikan (harmfull use)
3.         Sindrom ketergantungan – menggunakan zat / obat dalam dosis yang cukup besar dan berlangsung terus-menerus.
4.         Keadaan putus zat
5.         Keadaan putus zat dengan delirium – setelah putus zat terjadi gangguan mental yg ditandai oleh ilusi, halusinasi, ketegangan otak, dan kegelisahan fisik
6.         Gangguan psikotik -- kelainan jiwa yg disertai dengan disintegrasi kepribadian dan gangguan kontak dng kenyataan
7.         Sindrom amnestik -- hilangnya memori yang parah atas berbagai peristiwa yang belum lama berselang maupun yang sudah lama terjadi.
8.         Gangguan psikotik residual atau onset lambat

C.    Macam-Macam Zat
Macam-macam zat/obat yang ada diantaranya adalah:
1.    Golongan opioda, yaitu heroin, morfin, petidin, codein.
2.    Golongan sedativa/hipnotika, yaitu barbiturate, meprobamat, benzodiazepine.
3.    Golongan stimulansia susunan saraf pusat, yaitu cocain, amfetamin, kafein.
4.    Golongan kanabinoida, yaitu marihuana (ganja).
5.    Golongan halusinogenika, yaitu Lysergic acid diethylamide (LSD).
6.    Alkohol
7.    Tembakau/nikotin
8.    Pelarut yang mudah menguap.

D.    Gejala-gejala yang Ditimbulkan Oleh Penggunaan Zat
1.      Opioda:
l  Intoksikasi: penekanan fungsi seperti sedasi, apatis, Motilitas usus bekurang, terjadi mual dan muntah, pernafasan  berkurang, detak jantung lambat (bradikardi), tekanan darah turun (hipotensi), pupil mengecil (konstriksi).
l  Putus Zat: insomnia (susah tidur), cemas, gelisah, keluar air mata, pilek (rhinorhoe), keringat, pernafasan cepat, datak jantung cepat (takhikardi), tekanan darah naik, pupil melebar (dilatasi), sakit pada otot dan sendi, perut terasa kejang (kramp).

2.      Sedativ & Hipnotika
l  Bersifat menekan dan menghambat kerja s.s.p
l  Dalam golongan ini termasuk barbiturate, meprobarnat dan Benzodiazepin. Benzodiazepine ini banyak dipakai dalam terapi. Tapi paling banyak juga disalahgunakan (di-abuse). Contohnya: nitrazepan, bromazepam, flunitrazepm.
l  Intoksikasi: bicara cadel, cara jalan tidak stabil (sempoyongan), nistagmus (bola mata bergerak kesamping kiri kanan dengan cepat), afek labil, irritabel, agresif, banyak bicara, daya ingat menurun, susah memusatkan perhatian.
l  Gejala overdosis: nafas lambat, tekanan darah turun, nadi lemah/cepat, banyak keringat.
l  Putus zat: mual, muntah, otot perut kram (kaku), lemah, letih, tidak nafsu makan, berkeringat, tremor (bergetar) pada tangan, cemas, irritable, delirium, kejang dan bisa menginggal.

3.      Stimulansia: Kokain & Amfetamin
Pemakaian zat ini biasanya karena mengharapkan efek euphoria, menimbulkan rasa percaya diri, memperbaiki penampilan misalnya pada artis yang naik pentas, mengurangi rasa lelah, mengurangi rasa ngantuk dan rasa lapar.
l  Intoksikasi: nadi cepat, tekanan darah naik, suhu badan naik, keringat, Midriasis (pupil dilatasi), tremor, kejang, koma bisa meninggal, euphoria, agresif, halisunasi, perilaku repetitive.
l  Putus zat: insomnia, keletihan, ide bunuh diri, mudah tersinggung, depresi.

4.      Kanabinoid: Ganja
Ganja atau kanabis atau marihuana atau hasis, dengan zat psikoaktifnya adalah tetrahidrocannabinol (THC). Biasanya dipakai sebagai obat stress, cemas dan depresi. Di beberapa wilayah Indonesia, ganja dipakai sebagai penyedap makanan atau perangsang nafsu makan.
l  Intoksikasi: mata merah, detak jantung cepat, mulut kering, perasaan melambung / high, rasa percaya diri, depersonalisasi, dereliasi, elasi/ ketawa, halusinasi, inkoherensi, waham.
l  Putus Zat: gejalanya ringan insomnia, mual, nafsu makan kurang, otot-otot terasa sakit, berkeringat, cemas, gelisah, bingung dan depresi. Pada pemakai awal / pemula biasanya dapat reaksi panik.

5.      Alkohol
Minuman beralkohol mengandung etanol atau etilalkohol. Ada 3 macam / golongan alcohol berdasarkan pada kadar etanol dalam kandungannya.
Golongan A: etanol antara 1-5% seperti pada bir, shandy
Golongan B: etanol antara 5-20% seperti pada anggur
Golongan C: etanol antara 20-55% seperti pada whisky, brandy

Intoksikasi:
l  Ringan: euphoria, disinhibisi seksual, disarthria, ataksia, rasa ngantuk, nistagmus.
l  Berat: stupor, koma, pernafasan melambat, tekanan darah turun, kejang kemudian bisa mati.
l  Intoksikasi idiosinkratik: Terjadi perubahan tingkah laku akibat pemakaian alcohol yang jumlahnya relative kecil, timbul dalam beberapa jam setelah pemakaian.
l  Lepas alkohol: terjadi pada orang yang telah meminum alkohol setiap hari selama beberapa bulan, kemudian berhenti. Kejadiannya antara 12-72 jam dari saat minum terakhir. Gejalanya gemetar, halusinasi, kejang serta delirium tremans dengan gejala confuse, ilusi, delusi, agitasi, imsomnia, nafas pendek, aritmia jantung (jantung tidak teratur) kemudian bisa meninggal.


E.     Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Obat diantaranya adalah :
1.         Faktor predisposisi : Yaitu gangguan kepribadian dan gangguan jiwa.
2.         Faktor kontribusi : Hubungan interpersonal yang terganggu, atau keadaan orang tua yang patologis/kacau.
3.         Faktor pencetus : Pengaruh teman kelompok, dan tersedianya obat/zat.

Ø  Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
DSM-IV-TR membedakan antara ketergantungan alkohol dan penyalahgunaan alkohol. Istilah penyalahgunaan sering kali digunakan untuk merujuk kedua aspek konsumsi alkohol yang berlebihan dan berbahaya. Orang-orang yang tergantung pada alkohol secara umum memiliki simtom-simtom gangguan seperti toleransi atau putus zat. (Schuckit dkk 1998).
Efek pemutusan total alkohol pada peminum kronis dan berat dapat cukup dramatis karena tubuh telah terbiasa dengan zat tersebut. Secara subjektif, orang yang bersangkutan sering kali mengalami kecemasan, depresi, lemah, tidak dapat diam, dan tidak dapat tidur. Tremor otot, terutama otot-otot kecil dijari, wajah, kelopak mata, bibir, dan lidah dapat terlihat jelas dan denyut nadi, tekanan darah, serta suhu tubuh meningkat.
Seseorang yang telah menjadi peminum berat selama beberapa tahun juga dapat mengalami Delirium Tremens (DTS) bila kadar alkohol di dalam darah mendadak turun. Orang yang bersangkutan mengalami delirium dan tremor serta halusinasi yang utamanya visual, namun dapat juga taktil. Delirium dan penyakit fisiologis dadakan yang disebabkan oleh putus alkohol mengindikasikan bahwa orang tersebut mengalami kecanduan.
Prevalensi Penyalahgunaan Alkohol dan Komorbiditas dengan Gangguan Lain
Prevalensi penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti gender, umur, wilayah, etnisitas, dan tingkat pendidikan. . Prevalensi ketergantungan alkohol menurun pada laki-laki dan perempuan seiring bertambahnya usia, baik karena kematian dini pada orang-orang yang menyalahgunakan alkohol dalam  jangka panjang maupun karena banyak di antaranya yang telah berhasil untuk berhenti minum (Wilsnack & Wilsnack, 1995; Vaillant, 1996). Beberapa data menunjukkan bahwa perempuan lebih cepat mengalami berbagai masalah kesehatan yang  berhubungan dengan alkohol, seperti penyakit jantung, penyakit lambung dan hati, dibanding laki-laki meskipun laki-laki mengonsumsi alkohol lebih banyak (Lewis dkk., 1996; York & Welte, 1994).
Perjalanan Gangguan
Pada suatu saat perjalanan hidup para penyalahguna alkohol diperkirakan memiliki arah yang sama yaitu semakin memburuk. Berdasarkan suatu survei ekstensif terhadap 2.000 anggota Alcoholics Anonymous, jellinek (1952) menggambarkan bahwa laki-laki yang menjadi penyalahguna alkohol melewati empat tahap, diawali dengan minum sosial dan berlanjut ke tahap di mana orang yang bersangkutan hanya hidup untuk minum. Pesan yang disampaikan model bertahap ini adalah alkoholik mengalami kemunduran yang tidak dapat dihindari, tanpa memiliki kemungkinan untuk kembali ke tahap sebelumnya. 
Kerugian Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
1.         Sebagian besar dari para pasien yang baru masuk ke rumah-rumah sakit  mental dan rumah sakit umum adalah para penyalahguna alkohol.
2.         Biaya perawatan kesehatan bagi para peminum bermasalah diperkirakan lebih dari 26 miliar dolar per tahun (National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism [NIAAA, 2001]).
3.         Angka bunuh diri pada para penyalahguna alkohol jauh lebih tinggi daripada populasi umum.
4.         Kecelakaan lalu lintas fatal yang berhubungan dengan alkohol menimbulkan masalah serius (Alonso-Zaldivar, 1999).
5.         Alkohol juga dapat menjadi satu faktor dalam kecélakaan pesawat terbang, kapal, motor, industri, dan rumah tangga.
6.         Alkohol juga menimbulkan berbagai masalah penegakan hukum. Sekitar sepertiga dari jumlah orang yang ditangkap di AS adalah karena mabuk di tempat umum.
7.         Pembunuhan adalah kejahatan yang berhubungan dengan alcohol diyakini bahwa lebih dari separuh jumlah pembunuhan dilakukan di bawah pengaruh alcohol--sebagaimana juga perkosaan, penyerangan, dan kekerasan dalam keluarga (Murdoch, Pihl, 62 Ross, 1990).
8.         Kerugian total akibat minum bérmasalah di Amerika Serikat—mulai dari membolos  kerja hingga rusaknya kesehatan—pada tahun 1998 diperkirakan lebih dari 185  miliar dolar.
9.         Kerugian dari sisi manusia, dapat menghancurkan kehidupan dunia dan masyarakat.
Efek Penggunaan Alkohol
Jangka Pendek
Jangka Panjang
1.         Alkohol berfungsi sebagai depresan, dan si peminum dapat mengalami peningkatan dalam berbagai emosi negatif.
2.         Mengganggu proses-proses berpikir kompleks; koordinasi motorik, keseimbangan, kemampuan bicara, dan penglihatan juga melemah.
3.         Dosis lebih besar: bersifat sedatif, menyebabkan orang tertidur, bahkan kematian.
4.         Merangsang agresi dan meningkatkan responsivitas seksual.
1.         Kerusakan biologis parah
2.         Kemunduran psikologis.
3.         Memberikan efek negatif bagi hampir setiap jaringan dan organ tubuh
4.         Malnutrisi parah dengan menghambat pencernaan makanan dan penyerapan vitamin
5.         Mengakibatkan sindrom amnestik
6.         Timbulnya sirosis hati
7.         Munculnya perubahan fisiologis 
8.         Merusak sel-sel otak (hilangnya bagian abu-abu secara signifikan dalam lobus emporalis)
9.         Mengurangi efektivitas sistem imun
10.     (pada ibu hamil) Penyebab utama retardasi mental bayi

Ø  Nikotin dan Merokok
Nikotin adalah zat dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan. Zat tersebut merangsang berbagai reseptor nikotinik di dalam otak. Jalur-jalur neural yang terakivasi merangsang neuron-neuron dopamin di daerah mesolimbik yang tampaknya berperan dalam menghasilkan atau menguatkan efek sebagian besar obat-obatan kimia (Stein dkk., 1998). Beberapa pemikiran mengenai kemampuan tembakau untuk menyebabkan kecanduan dapat. dinilai dengan mempertimbangkan seberapa besar pengorbanan yang dilakukan orang-orang untuk dapat tetap mengisapnya. Komponen yang kemungkinan paling berbahaya dalam asap tembakau adalah nikotin, karbon monoksida, dan yang terakhir terutama mengandung beberapa hidrokarbon tertentu, yang banyak di antaranya disebut karsinogen.
Prevalensi dan Konsekuensi Kesehatan
Ancaman terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok telah didokumentasikan secara meyakinkan oleh Surgeon General of the United States  dalam serangkaian laporan sejak tahun 1964. Rokok menjadi penyebab kematian dini di berbagai negara di dunia. Tembakau menewaskan lebih banyak orang setiap tahun dibanding gabungan dari AIDS, kecelakaan mobil, kokain, ganja, heroin, pembunuhan, dan bunuh diri. Kanker paru-paru menewaskan lebih banyak orang dibanding berbagai jenis kanker lain, dan merekok   mungkin menjadi penyebab 87 persen dari kasus kanker paru-paru.
Prevalansi kebiasaan merokok dikalangan orang dewasa cenderung menurun namun dikalangan remaja malah meningkat. Prevalensi tetap tinggi di kalangan pekerja kasar dan buruh, dan orang-orang yang kurang berpendidikan. Prevalensi terendah terdapat dikalangan lulusan perguruan ringgi dan mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Prevalensi juga telah menurun jauh pada kaum perempuan dibanding pada kaum laki-laki.
Konsekuensi Perokok Pasif
Asap yang berasal dari ujung rokok yang menyala, yang disebut asap tangan kedua (secondhand smoke), atau Asap Tembakau Lingkungan (ATL.), mengandung konsentrasi amonia, karbon monoksida, nikotin, dan yang lebih tinggi dibanding asap yang dihirup oleh perokok. Asap tembakau lingkungan dianggap bertanggung jawab atas lebih dari 50.000 kematian per tahun di Amerika Serikat. Pada tahun 1993 Environmental Protection Agency menggolongkan ATL sebagai bahan berbahaya setingkat dengan asbes dan radon.
Efeknya mencakup hal-hal berikut:
● Nonperokok dapat menderita kerusakan paru-paru, kemungkinan permanen, karena terpapar asap rokok dalam waktu lama. Mereka yang hidup bersama perokok memiliki risiko tertinggi.
● Kelainan paru-paru prakanker ditemukan pada mereka yang hidup bersama perokok. Para nonperokok berisiko lebih tinggi mengalami penyakit kardiovaskular.
● Bayi yang dilahirkan oleh para ibu yang merokok selama kehamilan lebih mungkin lahir secara prematur, memiliki berat badan lahir rendah, dan cacat lahir.
● Anak-anak dari orang tua yang merokok lebih mungkin mengalami infeksi saluran pernapasan atas, bronkitis, dan infeksi telinga bagian dalam dibanding anak-anak seusianya yang orang tuanya tidak merokok.

Ø  Mariyuana
Mariyuana terdiri dari daun dan bagian atas yang berbunga dari sejenis tanaman rami yang dikeringkan dan dihancurkan, yaitu Cannabis sativa. Mariyuana paling sering diisap, namun dapat dikunyah, digunakan sebagai teh, atau dimakan dalam makanan yang dipanggang.
Pada awalnya tanaman rami ditanam secara besar-besaran di Amerika Serikat untuk diambil seratnya, yang digunakan dalam pembuatan kain dan tali. Pada abad ke-19 kandungan obat damar kanabis telah diketahui, dan pada masa itu dipasarkan oleh beberapa perusahaan obat sebagai obat untuk rematik, encok, depresi, kolera, dan neuralgia. Tanaman tersebut juga diisap untuk memperoleh kenikmatan meskipun jarang terlihat di  Amerika Serikat hingga tahun 1920. Pada masa itu, disahkannya Amandemen ke l8 yang melarang penjualan alkohol mendorong beberapa orang untuk mulai merokok mariyuana yang dibawa melintasi perbatasan dari meksiko.
Efek Terapeutik
Tahun 1970-an beberapa studi double-blind (Zinberg, & Frei, 1975) menunjukkan bahwa THC dan obat-obat terkait lain dapat mengurangi rasa mual dan hilangnya nafsu makan yang menyertai kemoterapi pada beberapa pasien kanker. Mariyuana sering kali dapat mengurangi rasa mual ketika berbagai obat antimual lain tidak dapat mengatasinya. Mariyuana juga merupakan obat bagi rasa tidak nyaman karena AIDS (Sussman dkk., 1996).
Berbagai temuan positif ditemukan oleh sebuah komite dari Institut of Medicine, yang merupakan salah satu cabang National Academy of Sciences, pada tahun 1999 (Institute of Medicine, 1999). Laporan komite tersebut merekomedasikan agar para pasien dengan "simptom-simptom yang melemahlkan" atau penyakit keras diperbolehkan mengisap mariyuana di bawah pengawasan medis ketat hingga 6 bulan; alasan rekomendasi tersebut adalah berbagai temuan yang disebutkan di atas bahwa THC yang dikonsumsi dengan cara ditelan tidak memberikan kadar penghilang rasa sakit yang sama. Namun, laporan Institute of Meclicine juga menekankan bahaya merokok mariyuana itu sendiri dan mendorong pengeimbangan cara penggunaan alternatif, seperti alat penghirup.

Ø  Sedatif dan Stimulan
Sedatif utama, sering kali disebut downer, melambatkan berbagai aktivitas tubuh dan mengurangi responsivitasnya. Kelompok obat-obatan ini mencakup opiat-opium dan berbagai derivatnya yaitu morfin, heroin, dan kodein-dan barbiturat serta penenang sintesis, seperti sekobarbital (Seconal) dan diazepam (Valium).

Ø  Opiat
Opiat adalah kelompok sedatif yang menimbulkan kecanduan yang dalam dosis sedang, menghilangkan rasa sakit dan menyebabkan tidur. Paling terkenal di antaranya adalah opium, yang aslinya merupakan obat utama dalam lalu lintas perdagangan ilegal internasional dan telah dikenal oleh orang-orang dalam peradaban Sumeria di massa 7000 tahun sebelum masehi.
Heroin merupakan jenis opiat yang paling banyak disalahgunakan. Selama bertahun-tahun angka ketergantungan jauh lebih besar dikalangan dokter dan perawat dibanding dalam berbagai kelompok lain dengan latar belakang pendidikan yang setingkat. Masalah ini diyakini disebabkan oleh kombinasi antara relatif tersedianya opiat di berbagai lokasi medis dan stres kerja yang sering dialami orang-orang di lingkungan tersebut (]affe, 1985).

Efek Psikologis dan Fisiologis.
Opium dan derivatnya berupa morfin dan heroin menimbulkan euforia, rasa kantuk, kerasukan, dan kadang kurangnya koordinasi. Heroin dan Oxy Contin memiliki efek awal tambahan--suatu rasa hangatyang menjalar, kenimatan yang menyeluruh segera setelah disuntikkan ke dalam pembuluh darah, Semua kekhawatiran dan ketakutan pengguna hilang dan ia memiliki rasa percaya diri yang besar selama 4 hingga 6 jam ke depan, namun kemudian mengalami kemerosotan kondisi yang berakhir dengan stupor.

Ø  Sedatif Sintetis
Jenis sedatif utama, yaitu barbiturat disintesis sebagai obat yang membantu seseorang agar dapat tidur atau merasa rileks. Barbiturat pertama kali diproduksi pada tahun 1903, dan sejak itu ratusan derivat asam barbiturat telah dibuat. Obat·obatan ini pada awalnya dianggap sangat disukai dan sering diresepka Pada tahun 1940-an dilancarkan sebuah kampanye yang menentang penggunaannya karena diketahui menimbulkan ketergantungan, dan para dokter mulai jarang meresepkan barbiturat.

Ø  Stimulan
Stimulan, atau upper, seperti kokain, bekerja di dalam otak dan sistem saraf simpatetik untuk meningkatkan keterjagaan dan aktiviras motorik. Amfetamin, seperti Benzedrin, adalah stimulan sintetis; kokain adalah stimulant alamiah yang diekstrak dari daun koka.

Ø  Amfetamin.
Ketika berupaya mendapatkan obat untuk asma, Chen, seorang farmakolog etis Cina-Amerika, meneliti catatan tentang obat-obat Cina kuno. Iya menemukan suatu semak gurun yang disebut mahuang yang berulang-ulang disebutkan sebagai obar yang efektif. Setelah melakukan suatu upaya sistematis Chen dapat mengisolasi suatu alkaloid dari tanaman tersebut yang merupakan anggota genus.
Amfetamin pertama ditemukan, Benzedrin, ditemukan tahun1927. Dengan cepat menjadi tersedia secara komersial pada awal 1930 sebagai ginhalar untul melegakan hidung tersumbat dan juga diketahui masyarakat karena efek rangsangannya. Dokter-dokter kemudian meresepkannya dan dengan segera amfetarmin lain dibuat untuk mengendalikan depresi ringan dan napsu makan.

F.        Etiologi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Zat
Variabel Sosiokultural
1.         pengaruh teman sebaya
2.         pengaruh genetik
3.         pola asuh
4.         pengaruh media dan jenis perilaku
5.         lingkungan sosial
6.         Variabel keluarga -- pangawasan orang tua
7.         Pengaruh kalornpok sabaya
Variabel Psikologis
1.         Pengaruh alkohol pada mood: dapat menguatkan mood positive maupun negative.
2.         Keyakinan tentang prevalensi penggunaan obat dan berbagai risiko kesehatan yang dikaitkan dengan obat tersebut: sejauh mana seseorang meyakini bahwa suatu obat berbahaya dan prevalensi penggunaan yang dilihatnya pada orang lain.
3.         Meningkatnya penggunaan mariyuana secara dramatis pada tahun 1990-an terutama terjadi di kalangan remaja yang menganggap mariyuana tidak berbahaya (USDHHS, 1994). Banyak perokok yang tidak yakin bahwa mereka mengalami peningkatan risiko terhadap kanker atau penyakit kardiovaskular (Ayanian & Cleary, 1999).
4.         Karakteristik kepribadian yang dapat membuat beberapa orang lebih mungkin menggunakan obat-obatan secara berlebihan.

G.    Terapi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
Mengakui Masalah
            Mengakui bahwa ia memiliki masalah minum yang serius dapat dirasakan terlalu terang-terangan bagi seseorang yang tidak pernah minum berlebihan atau tidak pernah mengenal seseorang yang demikian.
Penanganan Tradisional di Rumah Sakit
            Rumah-rumah sakit umum dan swasta di seluruh dunia selama bertahun-tahun telah menyediakan tempat bagi para penyalahguna alkohol, berupa ruang-ruang rawat di mana individu dapat menghentikan kebiasaan minumnya dan mengikuti berbagai terapi individual dan kelompok. Penghentian alkohol, yaitu detoksifikasi dapat berjalan sulit baik secara fisik maupun psikologis, dan biasanya memerlukan waktua sekitar sebulan. Obat-obat penenang terkadang diberikan untuk menghilangkan kecemaan dan rasa tidak nyaman karena putus zat. Karena banyak penyalahguna alkohol yang rnenyalahgunakan obat penenang tersebut, beberapa klinik mencoba menggunakan cara penghentian secara bertahap tanpa obat-obat penenang dari pada merighentian alkhol secara total.
Penanganan biologis
Beberapa peminum bermasalah yang sedang dalam penanganan, baik rawat inap maupun rawat jalan, menggunakan disulfiram, atau Antabuse, obat yang mencegah imun dengan cara menyebabkan muntah-rnuntah hebat jika alkohol diminum. Meskipun tidak secara khusus ditargetkan untuk mengatasi masalah minum berlebihan, beberapa obat psikoaktif tertentu biasa digunakan untuk menangani berbagai masalah yang berhubungan dengan kebiasaan minum. Oleh karena itu, antidepresan dapat digunakan untuk pengobatan depresi dan anti kecemasan untuk kecemasan. Dengan rnenghasilkan perbaikan masalah emosional yang sering kali menghubungkan dengan permasalahan minum, obat-obatan tersebut dapat memberikan dampak menguntungkan dalam penanganan ketergantungan dan penyalahgunaan
Alcoholics Anonymous (AA)
Alcoholics Anonymous (AA), Kelompok terapi mandiri terbesar yang didirikan tahun 1935 oleh dua orang mantan pecandu alkohol. Saat ini organisasi tersebut memiliki sekitar 70000 cabang dengan anggota lebih dari  2 juta orang di Amerika Serikar dan di lebih dari l0 negara lain diseluruh dunia. Para anggota didorong untuk saling menelepon satu sama lain kapanpun mereka membutuhkan teman dan dorongan untuk tidak kembali minum.
Terapi Pasangan dan Keluarga
Kurangnya dukungan sosial dapat memperparah masalah minum. Masalah lain bagi mereka yang menikah dan memiliki hubungan dekat lain adalah para peminum bermasalah yang sering menyiksa secara fisik atau seksual para anggota keluarga mereka (O’Farrell.& Murphy·1995).
Keterkaitan antara penyalahgunaan alkohol dan konflik keluarga  sebab-akibat yang terjadi dua arah (O’Farrell, 1993) telah mendorong penggunaan berbagai jenis terapi pasangan dan keluarga untuk membantu peminum berhenti minum atau mengendalikan kebiasaan minumnya yang berlebihan.
Penanganan Kognitif dan Perilaku  
Mengenai terapi perilaku berkaitan dengan terapi aversi sebagai suatu penanganan alkoholisme (Kantorovich, 1930). Secara umum, terapi kognitif dan behavioral merupakan penanganan psikologis yang paling efektif bagi penyalahgunaan-alkohol (Wiinney & Moos, 1998).
Terapi Aversi. Dalam terapi aversi scorang peminum bermasalah dikejutkan atau buat menjadi mual ketika melihat, meraih, atau mulai minum alkohol. Dalam satu prosedur, yang disebut sensitisasi tcrtutup (Cautela, 1966), si peminum bermasalah instruksikan untuk membayangkan dirinya mcngalami mual yang hebat dan luar biasa karena minum alcohol. Pertimbangan Klinis dalam Menangani Penyalahgunaan Alkohol banyak upaya untuk menangani permasalahan minum terhambat oleh asumsi terapis yang sering  tidak diungkapkan bahwa semua orang yang minum berlebihan melakukannya karena berbagai alasan yang sama.
Detoksifikasi merupakan langkah pertama terapis dalam upaya menolong seorang pecandu atau penyalahguna obat dan mungkin rnerupakan bagian termudah dalam proses rehabilitasi. Membuat penyalahguna obat mampu berfungsi tanpa obar-obatan setelah proses detoksifikasi selesai adalah tugas berat yang dapat menimbulkan lebih banyak kekecewaan dan kesedihan dibanding keberhasilan bagi terapis maupun klien. Terdapat berbagai macam pendekatan bagi tugas tersebut, rermasuk penanganan biologis dan psikologis.

Penanganan Psikologis
Penyalahgunaan obat kadang ditangani di ruang konsultasi para psikiater, psikolog dan para pekerja kesehatan mental lain. Beberapa jenis psikoterapi diterapkan gangguan penggunaan obat, seperti halnya bagi gangguan penyesuaian manusia, sering kali dikombinasikan dengan penanganan biologis yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan fisik.
Kaitan psikologis yang paling banyak digunakan dalam mengatasi kecanduan heroin dan penyalahgunaan obat lain. Menggunakan Synanon, sebuah komunitas terapeutik bagi para   pecandu obat yang didirikan pada tahun 1958 oleh Charles Dederich di Santa Monica, California, sebagai model, tempat-tempat tinggal dirancang untuk secara radikal merestrukturisasi pandangan hidup pecandu sehingga tidak ada lagi tempat bagi obat-obat terlarang.
Daytop Village, Phoenix House, Odyssey House, dan rumah-rumah rehabilitasi obat lain memiliki ciri-ciri berikut.
  Pemisahan pecandu dari berbagai kontak sosial sebelumnya, berdasarkan asumsi bahwa kontak-kontak tersebut berperan penting dalam menumbuhkan gaya hidup mencandu.
  Sebuah lingkungan komprehensif dengan dukungan berkesinambungan di mana tidak tersedia obat-obatan diberikan untuk memudahkan transisi dari menggunakan obat secara rutin menuju eksistensi bebas obat.
• Keberadaan orang-orang karisrnatik yang menjadi panutan, mantan pecandu yang tampak mampu menghadapi berbagai tantangan hidup tanpa obat-obatan.
• Konfrontrasi langsung, bahkan sering kali brutal dalam terapi kelompok di mana para pecandu diarahkan untuk menerima tanggung jawab atas masalah mereka dan atas kebiasaan menggunakanobat dan didorong untuk bertanggung jawab atas hidup mereka.
Sebuah tempat dimana para pecandu dihargai sebagai manusia dan bukan diberi stigma sebagai orang yang gagal atau penjahat.


BAB III
PENUTUP


Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
Penyalahgunaan obat kadang ditangani di ruang konsultasi para psikiater, psikolog dan para pekerja kesehatan mental lain. Beberapa jenis psikoterapi diterapkan gangguan penggunaan obat, seperti halnya bagi gangguan penyesuaian manusia, sering kali dikombinasikan dengan penanganan biologis yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan fisik.
Kaitan psikologis yang paling banyak digunakan dalam mengatasi kecanduan heroin dan penyalahgunaan obat lain. Menggunakan Synanon, sebuah komunitas terapeutik bagi para   pecandu obat yang didirikan pada tahun 1958 oleh Charles Dederich di Santa Monica, California, sebagai model, tempat-tempat tinggal dirancang untuk secara radikal merestrukturisasi pandangan hidup pecandu sehingga tidak ada lagi tempat bagi obat-obat terlarang. Dapat kita ambil kesimpulan, gangguan-gangguan yang diakibatkan oleh penggunaan zat adalah termasuk psikosis.







DAFTAR PUSTAKA


Buku ajar Psikologi Abnormal dan Patologi


Davidson, G.C, Neale, J.M & Kring, A.M. 2002. Abnormal Psychology.  9th edition. California


American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders. 4th edition, Revised. Washington, DC : Author.

Comments

Popular Posts