Psi kesehatan mental



STRES, COPING DAN PENYESUAIAN TERHADAP STRES

A.      Stres dan Jenis Stres


DEFINISI STRES.

Stres sebagai interaksi antara kemampuan copingseseorang dengan tuntutan lingkungannya.Stres
 Menurut Atwater (1983), stresmerupakan suatu tuntutan penyesuaian, yang menghendaki individu untuk meresponnya secara adaptif.
Stres adalah suatu proses dalam rangka menilai suatu peristiwa sebagai suatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan; serta individu merespon peristiwa itu baik pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku (Feldman, 1989).
Hans Selye (dalam, Hahn & Payne, 2003), stres adalahrespon yang tak spesifik dari tubuh terhadap berbagai tuntutan yang ada, dimana respon tersebut dapat berupa respon fisik atau emosional.

JENIS STRES.

Pembedaan jenis stres berdasar efeknya (Berne, Selye, 1991):
1)      Eustress (good stress) merupakan stres yang menimbulkan stimulasi dan kegairahan, sehingga memiliki efek yang bermanfaat bagi individu yang mengalaminya.
2)       Distress, merupakan stres yang memunculkan efek yang membahayakan bagi individu yang mengalaminya, seperti: tuntutan yang tidak menyenangkan atau berlebihan yang menguras energi individu sehingga membuatnya menjadi lebih mudah jatuh sakit.
3)       Hyperstress, yaitu stres yang berdampak luar biasa bagi yang mengalaminya. Meskipun dapat bersifat positif atau negatif tetapi stres ini tetap saja membuat kita terbatasi kemampuan adaptasinya. Contohnya adalah stres akibat serangan teroris.
4)       Hypostress, merupakan stres yang muncul karena kurangnya stimulasi. Contohnya, stres karena bosan atau karena pekerjaan yang rutin.
STRESSOR.
Sesuatu atau peristiwa atau keadaan yang menimbulkan stres  disebut  Stresssful Event (peristiwa yang memberikan tekanan).
EFEK DARI STRES.
Efek stres  dipengaruhi oleh gabungan dari berbagai peristiwa yang meningkatkan stres individu tersebut dengan predisposisi individu untuk menjadi sakit.
Social-Readjustment Rating Scale(Holmes & Rahe, 1967)
1)      Membuat skala yang menunjukkan peringkat rata-rata dari potensi stres pada berbagai peristiwa dalam kehidupan kita.
2)      Faktor yang terpenting adalah total impact(pengaruh kuat secara keseluruhan) dari peristiwa tersebut yang menunjukkan intensitas kebutuhan individu terhadap respon yang adaptif.
 Yaitu: 150-199 LCU (Life-change Units) = mild life crisis
            200-299 LCU                                     = moderate crisis 
            300 lebih LCU                                   = major crisis
 Semakin tinggi LCU, maka semakin besar resiko jatuh sakit.
Kelemahan pendekatan Life-events pada stres di atas :
1)      tidak semua peristiwa yang dicantumkan memiliki nilai yang relevan antar kelompok satu dengan yang lain, misal: antara pelajar dengan buruh pabrik.
2)       tidak dapat menilai bagaimana individu menerima & beradaptasi dengann perubahan yang didapatnya, misal: tidak dapat membedakan intensitas stres yang muncul akibat menikah dengan hubungan menikah yang tidak harmonis.

ROLONGED STRESS (STRES BERKEPANJANGAN).

Tiga tingkatan reaksi individu ketika mengalami stres:
1)      Reaksi Alarm (the alarm reaction), Merupakan respon darurat awal terhadap agen pembangkit stres, berupa respon fisiologis dan psikologis.
2)       Tingkat atau taraf resistan (the stage of resistance)Tingkat dimana tubuh telah mampu beradaptasi dengan stres yang berkepanjangan, diikuti dengan menghilangnya simtom fisiologis tapi terjadi peningkatan sekresi pada glandula dan organ tubuh tertentu, inilah yang menyebabkan rendahnya resistensi atau daya tahan terhadap infeksi, sering terjadi  “penyakit adaptasi”, seperti hipertensi, tukak lambung (Selye, 1974) dan kecemasan kronis, individu menjadi neurotik dengan sistem defens yang kaku.
3)       Tingkat atau taraf sangat keletihan (the stage of exhaustion)  muncul jika terus berlanjut, akibatnya pertahanan tubuh hancur, energi untuk beradaptasi terkuras habis, tanda-tanda fisiologis terhadap stres muncul kembali.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRES.
Merupakan gabungan dari faktor internal (individu) dan eksternal (sosial), yaitu:
1.  Sosial
a)      jumlah peristiwa yang menjadi stressor, kemunculannya secara bersamaan.
b)      situasi tertentu, misal: dengan siapa kita hidup, seberapa lama kita mengalami stres tersebut.
2.  Individual
a)      Karakteristik kepribadian individu, misal: pemarah, ambisius, agresif.
b)       Kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan stres, antara lain: inteligensi, fleksibilitas berpikir, banyak akal.
c)       Harga diri (self-esteem).
d)       Bagaimana individu menerima atau mempersepsikan peristiwa yang potensial memunculkan stres.
e)      Toleransi terhadap stres, tergantung pada: kondisi kesehatan, tingkat kecemasan.

TIPE-TIPE STRES PSIKOLOGIS.

a)      Tekanan (Pressure),
Tekanan bersumber dari dalam diri (misal: ambisi) atau luar diri (misal: kompetisi di lingkungan), bahkan dapat berupa gabungan keduanya. 
b)      Frustrasi (Frustration).
 Muncul karena adanya hambatan terhadap motif atau perilaku kita dalam mencapai tujuan, misal: saat lapar
Sumber frustrasi dari dalam diri individu:
a)      tidak punya kemampuan
b)       rendahnya komitmen
c)       rendahnya kepercayaan diri
d)      perasaan bersalah
e)      karakteristik individu: jenis kelamin, warna kulit
c)       Cemas.
 Merupakan  perasaan samar-samar, rasa yang tidak mudah untuk merasakan bahaya di masa yang akan datang. Simtom cemas: jantung berdebar, ketegangan otot, keringat dingin.
Stres terhadap kecemasan dipelajari dan berfungsi dalam hubungannya dengan perasaan aman.
·         Kecemasan taraf ringan-sedang : menstimulasi individu menjadi lebih waspada dan resposif pada situasi yang membutuhkan perhatian lebih (fascilitating anxiety).
·         Kecemasan yang berlebihan : memperburuk performa kita (debilitating anxietyi). Beda kecemasan dengan rasa takut:-
·          rasa takut: jika merasa terancam pada sesuatu yang spesifik & jelas letaknya - 
·         cemas : lebih subjektif dan umum ancamannya, lebih stressful, karena ancaman tidak diketahui objek dan efeknya; lebih mudah terakumulasi sehingga membuat berkurangnya kesadaran dan memburuknya performa kita.

B.      Coping Stres

PENYESUAIAN TERHADAP STRES

  Merupakan respon individu terhadap jenis stres yang dialaminya.
Dipengaruhi oleh :
1.       kemampuan yang dimiliki (misal: inteligensi, kreativitas, kecerdasan emosional)
2.        pengaruh lingkungan
3.       pendidikan
4.        bagaimana pengembangan dirinya
5.        Usia
Adapun langkah-langkah penyesuaian terhadap stres secara umum:
a)      individu secara psikofisiologis menilai situasi stres            kategorisasi stres; memperkirakan bahaya yang berkaitan dengan stres
b)       merumuskan alternatif tindakan yang paling mungkin dilakukan (baik secara disadari/ tidak)
c)       melakukan tindakan yang terarah dalam rangka penyesuaian terhadap stres
d)       feedbackdua langkah terakhir merupakan langkah paling sulit.
Macam penyesuaian diri terhadap stres, ada dua yaitu:
a)      Penyesuaian yang bersifat mengurangi atau memperlemah simtom stres
b)      Penyesuaian yang sifatnya berusaha atau membantu mengatasi secara lebih terarah sumber stres yang ada, disebut dengan penyesuaian efektif.

a.  PENYESUAIAN YANG BERSIFAT MENGURANGI SIMTOM STRES. 

Ada dua macam:
a)      Yang bersifat tak disadari: seringkali dilakukan adalah defense mechanisms (mekanisme pertahanan diri atau ego).
b)      bersifat disadari: membicarakannya dengan orang lain; melakukan pekerjaan lain yang mengurangi simtom stres; tertawa.
MEKANISME PERTAHANAN DIRI
Merupakan reaksi awal menjaga diri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis. ri mereka dari kelebihan dosis intensif dari adanya stres psikologis. Mekanisme pertahanan diri digunakan oleh self(=ego, dalam Psikoanalisa) untuk melindungi dari segala ancaman. Patologis bila ada self-deception (pengingkaran atau pembohongan diri), disamping distorsi realita, kepercayaan berlebihan pada nasib.
Jenisnya:
1)      Represi (repression). Berusaha menekan pengalaman-pengalaman yang tidak menyenangkan ke bawah sadar (motivated forgetting) – fungsi normal kembali. Akibatnya membebaskan dari ketidaknyamanan akibat selalu waspada pada ancaman, tetapi mempersempit kesadaran kita, membuat perilaku jadi kaku.
2)      Supresi (supression). Upaya sadar individu untuk mengendalikan keinginan-keinginan yang memunculkan kecemasan, dan mengekspresikannya pada waktu tertentu saja. Proses yang lebih ‘sehat’ karena sangat kecil nilai  self-deceptionnya. Berusaha menolak atau menghambat realita internal.
3)       Pengingkaran (Denial). Menolak melihat atau mendengar aspek realita yang tidak menyenangkan atau mengancam. Menolak pengakuan eksternal atau realita sosial.
4)      Rasionalisasi. Usaha untuk memberikan alasan pada perilaku yang tidak diterima dalam cara yang diterima sosial dan rasional. Nilai self-deceptionsangat besar, mirip dengan berbohong atau mengingkari orang lain.
5)       Regresi. Mengurangi ketegangan dalam dirinya dengan bertingkah laku mencari perhatian (seperti anak kecil; merajuk, marah) – agar diperhatikan. Mundur pada fase perkembangan sebelumnya.
6)      Proyeksi. Upaya individu untuk melemparkan penyebab frustrasinya pada orang lain. Misal: cinta orang lain, tapi takut bilang, yang muncul adalah bilang dicintai orang tersebut.
7)      Reaksi-formasi. Mengalihkan motif yang dimiliki ke motif lain yang berlawanan, sebagai upaya mengurangi kecemasan yang muncul akibat motif pertama yang tadi tidak diterima superego atau moral. Contoh: benci orangtua, tampil sebagai anak yang sayang pada orangtua berlebihan.
8)      Sublimasi (displacement). Tidak tercapainya suatu motif tertentu, yang kemudian dialihkan pada motif yang sejenis tapi beda kegiatan. Misal: ingin jadi dokter – suka terlibat menolong orang.
9)      Fantasi. Membebaskan tekanan dengan tindakan imajinasi. Tetapi tidak semua imajinasi merupakan bagian dari defens. Misal: melamun, yakin bahwa jadi tokoh dalam film, tokoh dalam film kaya seperti harapannya (ada unsur self-deception, distorsi realita).

SARANA COPING UNTUK STRES MINOR.

Merupakan respon terhadap stres ringan sangat dipengaruhi oleh proses belajar individu. Sarana yang dilakukan dipengaruhi juga oleh: situasi, kekuatan dan kesegeraan gangguan, serta pola kebiasaan individu dalam menghadapi stres.
Jenisnya:
a)      kontak fisik (dielus), makan, minum
b)      tertawa, menangis, memaki/ mengutuk
c)        membicarakan dengan orang lain, merenungi masalah seorang diri
d)       melakukan aktivitas yang meredakan ketegangan (misal: olah raga, jalan-jalan, main games). Akan tetapi sifatnya: tidak menghilangkan sumber stres, sementara, memiliki keterbatasan dalam mengurangi ketegangan akibat stres.

b. PENDEKATAN PROBLEM-SOLVINGTERHADAP STRES. 

Merupakan jenis penyesuaian terhadap stres yang bersifat disadari, berupaya menghilangkan sumber stres, tidak tergesa-gesa dan lebih terarah serta ada strategi tertentu, sehingga lebih efektif. Jenisnya:
a)      memodifikasi diri agar lebih toleran terhadap stres.
b)      memodifikasi situasi yang menimbulkan stres.

MENINGKATKAN TOLERANSI TERHADAP STRES 

a)      Toleransi terhadap tekanan. Membiasakan diri bekerja di bawah stres dengan meningkatkan kemampuan dan keterampilan.
b)       Toleransi terhadap frustrasi. Berusaha lebih independen terhadap lingkungan mencoba memahami sumber frustrasi kita belajar untuk menunda pemuasaan atau kesenangan.
c)       Toleransi terhadap konflik. Menyadari adanya konflik mencari segi positif terbanyak dan efek emosionalnya.
d)      Toleransi terhadap kecemasan. Mencoba tetap merasakan kecemasan tanpa mengurangi performa kita menggali lebih banyak pengalaman dan belajar menghadapi situasi yang membuat kita cemas. 

PENDEKATAN YANG BERORIENTASI TUGAS 

a)      Pendekatan Asertif. Merupakan pendekatan yang menekankan pada usaha-usaha individu untuk mengekspresikan hak dan keinginan tanpa merebut hak orang lain.
b)       Pendekatan Menarik Diri. Dapat dilakukan apabila sumber stres tidak dapat dihilangkan dengan asertif dan kompromi.
c)       Berkompromi. Biasa digunakan apabila agen sumber stres memiliki otoritas lebih tinggi dari kita, atau sama-sama seimbang.
Tiga tipe kompromi:
1)      Comformity, 
merubah sikap menjadi lebih realistik mengikuti prosedur umum yang berlaku.
2)      Negotiation ,
secara aktif mencapai kompromi dengan berbagai situasi stres, biasa digunakan pada area publik dan interpersonal, lebih baik daripada kompromi karena sifatnya mutual.
3)      Substitution  ,
memutuskan alternatif pemecahan terbaik untuk mencapai tujuan yang sama.
4)      Pengelolaan Stres,
 Pengelolaan stres dapat dilakukan dengan tiga langkah sederhana, yaitu dengan mengenali stres yang kita alami, pahami dampaknya (fisik, emosi, perilaku), dan strategi pengendalian stres (penundaan, antisipasi, pengelolaan). 

STRATEGI MENGHADAPI STRES. 

COPING.
a)      Emotion Focused Coping: usaha individu mengatasi reaksi emosional dari stres yang dialami.
b)      Problem Focused Coping:usaha individu untuk merubah lingkungan atau menemukan solusi untuk menghilangkan stressor. Dapat membantu kita mengatasi stres apabila kita memahami gaya coping kita (fisik (behavioral), cerebral (kognitif), atau emosi
KENDALI DIRI (self-control)
a)      Efikasi diri.
Efikasi diri merupakan perasaan mampu individu untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Efikasi diri membantu seseorang untuk mengurangi respon terhadap stres yang dihadapinya (Bandura, 1982; Lazarus & Folkman, 1987).
b)       Hardiness.
Hardiness merefleksikan karakteristik individu yang memiliki kendali pribadi, mau menghadapi tantangan, dan memiliki komitmen. Tingkat hardiness seseorang mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap stresor potensial dan respon terhadap stres-nya (Maddi & Kobasa, 1984).
c)        Mastery.
Merupakan perasaan mampu mengendalikan respon stres yang muncul pada dirinya.Tingkat mastery memiliki hubu–ngan dengan respon stres seseorang (Karasek & Theorell, 1990).
MODIFIKASI LINGKUNGAN.
a)      Asertif. Mengekspresikan hak dan perasaan tanpa melanggar hak orang lain.
b)      Menghindari jika perlu. Beralih secara fisik maupun emosional dari aktivitas atau kelompok atau individu yang memunculkan stres. Dilakukan apabila asertif dan kompromi tidak berhasil.
c)       Berkompromi ketika dapat saling menyesuaikan.
MEMPERKUAT GAYA HIDUP
a)      Membangun toleransi terhadap stress, dengan memahami batasan dapat bertahan dari stres tanpa munculnya perilaku yang irasional.
b)      Mengubah langkah hidup, merubah kebiasaan hidup menjadi lebih tahan stres, misal: berjalan lebih lambat, bangun lebih pagi, sempatkan sarapan, hindari menunda pekerjaan, konsentrasi pada pekerjaan (matikan telepon), berkumpul dengan teman, lakukan aktivitas santai, hindari kafein-alkohol-obat.
c)        Mengendalikan pemikiran yang mengarah pada distress, dengan berpikir positif, libatkan pada aktivitas humor dan tertawalah.
d)       Mencari pertolongan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dengan mengikuti workshop: asertivitas, keterampilan sosial, manajemen stres. Carilah dukungan sosial: teman, pasangan, keluarga, sahabat. Jangan mencari teman hanya pada saat anda kesulitan!
TIPS PENGENDALIAN STRES (Pemecahan Masalah Sistematik)
  Identifikasi situasi yang penuh stres
  Stres = wajar, masalah yang dapat diselesaikan
  Diskusikan/ curah pendapat dengan ortu, guru, teman, keluarga
  Antisipasi berbagai kemungkinan pemecahan masalah
  Pilih satu solusi
  Evaluasi hasilnya
  Jangan berharap akan kesempurnaan
  Berikan tindakan terbaik & belajar dari pengalaman
  Perbaiki keterampilan mengatasi masalah
  Praktekkan komunikasi yang asertif
  Temukan seseorang yang berhasil mengatasi stres, tirulah!
  Peregangan dan relaksasi
  Humor dan tertawalah !
  Dengarkanlah musik favoritmu
  Latihlah angkat bahu
  Kurangi bicara, perbanyak mendengar
  Bersyukurlah, hitung seberapa banyak anugerah yang kau dapat!
  Bandingkan dirimu yang dulu dengan sekarang, lihatlah perubahannya
  Jangan melakukan apapun, duduk tenang saja
  Ekspresikan stress kita, dengan menulis, olah raga, bicara pada orang yang kita percayai
  Bertanggungjawablah pada hidupmu!
Sumber  Pustaka
Kesehatan mental.....Kaertika Sari Dewi

Komentar

  1. Mirisnya isu kesehatan mental masih melekat stigma negatif bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi bagi yang mengalami penyakit mental merasa minder saat mau menggunakan layanan kesehatan mental. Tapi katanya dengan membaca artikel psikoedukasi secara intensif mampu menurunkan stigma sosial dan pribadi yang disematkan pada pengguna layanan kesehatan mental secara signifikan. Ini penelitiannya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer