PSIKOTERAPI DALAM PSIKOLOGI KLINIS
PSIKOTERAPI DALAM PSIKOLOGI KLINIS
Dewasa ini, gangguan jiwa merupakan masalah yang harus diperhatikan
secara penuh,pederitanya sudah menjadi sebagian besar dari masyarakat atau
penduduk Negara ini.melalui bidang ilmu pendukung,yaitu Psikiatri dan
Psikologi,dirasa perlu mebahas hal tersebut secara lebih mendalam.
Psikiatri dan Psikologi, dua ilmu yang tidak dapat dipisahkan dalam aplikasinya
dalam bidang kesehatan jiwa. Sebagai dua disiplin ilmu yang memang berasal dari
satu akar, kedua ilmu tersebut memang akan dan selalu akan tidak akan
terpisahkan.Perbedaan yang ada, hanyalah merupakan khasanah yang justru akan
memperkaya masing-masing ilmu. Jadi, Kooperasi antara Psikologi dengan
Dinamikanya maupun Psikiatri dengan pendekatannya, akan membawa suatu
pencerahan dalam bidang Ilmu Kesehatan Jiwa. Psikiatri merupakan cabang
dari ilmu kedokteran yang mempelajari aspek kesehatan jiwa serta hubungan
timbale baliknya terhadap fungsi-fungsi fisiologis pada tubuh manusia.Karenanya
dirasa amat penting untuk mempelajari segala macam ganggua psikologis dan
Abnormal pada perilaku setiap individu,oleh karena itu bahasan mengenai terapi
juga harus dipelajari sedalam dalamnya untuk intervensi selanjutnya pada setiap
penderitasegala macam gangguan tersebut.
Melalui psikiatri,kita dapat mempelajari banyak terapi dan klasifikasinya,
bukan rahasia umum bahwa semakin banyak kasus-kasus jiwa yang terjadi pada
manusia , gangguan-gangguan yang banyak sekali ragamnya. Dari ragamnya gangguan-gangguan
tersebut, tentunya di perlukan cara penanganan atau terapi yang berbeda.
Pada pembahasan nanti kita akan membahas macam dan klasifikasi terapi pada
psikiatri dan mengulas gangguan-gangguan yang terjadi serta penanganan atau
terapi yang tepat dan sesuai untuk pengobatannya bertujuan agar mempercepat
proses penyembuhannya.
A. Suasana Terapi
Dasar semua
pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama pasiennya.
dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan antara pasien
dan dokter. selama pasien masih tetap merupakan manusia yang holistic, masih
berperasaan, masih bisa merasakan emosi, mempunyai cinta-kasih, ia harus
dihadapi pula oleh seorang manusia yang lain, yaitu seorang pengobat atau dokter
yang mempunyai emosi juga. hubungan ini sangat berbeda sekai antara mesin dan
ahli tehnik,atau robot dengan komputer. Dalam suasana terapi ini, faktor
sugesti dan persuasi, serta keyakinan dan kepercayaan pada sang pengobat sampai
sekarang masih merupakan faktor yang penting yang bersifat empatik tanpa
perasaan sentimental atau simpati yang berlebihan.
Penderitaan
dapat menimbulkan perilaku yang sifatnya dipengaruhi oleh berbagai faktor ,
yang penting ialah:
a.
Asal genetic
orang tersebut;
b.
Persepsi
masa kecil tentang penderitaan;
c.
Pengalaman
tentang rasa sakit dan nyeri;
d.
Keadaan
hidup sekarang;
e.
Keinginan
dan harapannya untuk masa depan;
Dengan
memerhatikan faktor-faktor diatas, dokter akan lebih menilai hakiki perilaku
pasiennya, sehingga pendekatannya terhadap pasien itu akan
lebih membantu suasana terapi.
B. Terapi Dalam
Psikiatri
Pengobatan
dalam psikiatri pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga golongan besar,yaitu:
a.
Somatoterapi
Sasaran
utama pengobatan ini adalah tubuh manusia dengan harapan bahwa pasien itu akan
sembuh karena reaksinya secara holistik. Somatoterpi secara umum dapat dibagi
menjadi : farmakologi, pembadahan dan fisioterapi. Selanjutnya yang dipakai
dalam bidang ilmu kedoteran jiwa, yaitu:
·
Electro
Convulsive Therapy (ECT)
ECT merupakan bentuk terapi kepada
klien dengan menimbulkan kenjang dengan cara mengalirkan arus listrik melalui
electrode yang ditempelkan pada pelipis klien untuk memberikan rangsangan
elektrik secara eksternal untuk terapi gangguan jiwa tertentu.ECT membangkitkan
efek pada hipotalamus didaerah limbic yang mengakibatkan mood pasien.
Alat dalam penggunaan ECT berupa
elektrokonvulsator. Pada terapi umumnya penggunaan alat tersebut berkisar
100-150 volt selama 2-3 detik terjadi konvulsi. Bila tidak terjadi maka
langsung diulang dengan voltase yang sama atau lebih tinggi dan dapat diulang
sampai tiga kali.
Indikasi dalam penggunaan ECT adalah
untuk depresi yang resistant dengan obat, kecenderungan bunuh diri, menolak
makan dan minum, kehamilan, skizofrenia katakonik, skizofrenia bentuk akut,
paranoid, Efek samping dalam penggunaan terapi ECT adalah robekan otot,
sakit kepala, demensia, delirium, amnesia retrograde, dll.
·
Terapi
Kejutan Insulin (Insulin Shock Therapy).
Pada tahun 1933, M.J Sakel dia menggunakan
insulin dalam merawat orang yang kecanduan morfin. Keadaan koma yang terjadi
secara kebetulan dan tidak disengaja yang timbulkan oleh insulin ternyata
berpengaruh baik pada kepribadian. Terapi ini menjadi salah satu bentuk
somatoterapi yang sangat penting untuk skizofrenia. Dalam terapi ini
psikiater memberikan pasien dosis insulin yang setiap harinya semakin bertambah
sampai pada kadar dosis tertentu yang diperlukan untuk menimbulkan keadaan
kejutan. Psikiater berpendapat bahwa peran utama dari bentuk-bentuk
somatoterapi, misalnya kejutan insulin dan obat-obat penenang adalah untuk
membuat pasien lebih mudah diberi psikoterapi.
·
Pengobatan
psikotropik (Terapi Farmakologi)
Sesudah menciptakan suasana terapi,
maka dalam suasana inilah dokter itu melakukan sesuatu yang menurut si sakit
dapat menolongnya. Bila diberi obat, maka pengaruh obat tidak terlepas pula
dari suasana terapi itu, sehingga efek placebo dapat setinggi 30%-50%, bukan
saja obat psikotoropik, tetapi juga dari umpamanya obat
antihipertensi,anti-diabetes,anti-kholesterol . obat dapat juga dipergunakan
sebagai alat untuk memelihara hubungan pasien-dokter , sebagai jembatan dalam
hubungan pasien dan dokter supaya tidak terputus . kita melihat bahwa
farmakoterapi atau terapi dengan pemberian obat merupakan hanya salah satu cara
terapi di antara banyak cara lain. Penggunaan obat psikotropik ataupun
psikofarmakoterapi merupakan bidang yang lebih kecil lagi dari lapangan
pengobatan yang begitu luas .adapun dalam psikiatri yang mempelajari serta
memakai obat psikotropik dinamakan farmakopsikiatri.
Obat psikotropik adalah obat yang
mempunyai efek terapetik pada proses mental pasien karena efeknya pada otak .
akan tetapi kita harus ingat bahwa gangguan mental itu disebabkan oleh suatu
masalah psikologik ataupun social , maka tidak ada satupun obat yang dapat
menyelesaikan persoalan tersebut , kecuali diri sendiri dan dokter serta obat
hanya sebagai fasilitator yang membantu kea rah penyelesaian atau kea rah
penyesuaian diri yang lebih baik .
Pembagian obat psikotropik.
1.
Tranquilazer,
mempunyai efek anti-cemas,anti-tegang dan anti-agitasi
2.
Neroleptika,
mempunyai efek antipsikosa dan antiskizofrenia,serta juga efek anti-cemas,
anti-tegang.
3.
Antidepresant,
mempunyai efek antidepresi dan anti-cemas dan tegang serta efek aktivasi dan
efek menghilangkan hambatan.
4.
Psikotomimetika,
dapat menimbulkan gejala-gejala psikosa, tetapi reversible,umpamanya meskalin
dan LSD (tidak akan dibicarakan disini karena tidak dipakai buat pengobatan,
tetapi dipakai untuk penelitian gejala-gejala psikosa).
b.
Terapi
Psiko-edukatif
·
Psikoterapi
(Terapi Psikologi)
Psikoterapi (psychotherapy) adalah
pengobatan alam pikiran atau dapat dikatakan sebagai pengobatan dan perawatan
gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik
yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya,
dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran, dan emosinya, sehingga individu
tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya.
Psikoterapi juga
merupakan suatu interaksi sistematis antara klien dan terapis yang menggunakan
prinsip-psinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah
laku, pikiran dan perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku
abnormal dan memecahkan masalah-masalah dalam hidup atau berkembang sebagai
seorang individu. Psikoterapis menggunakan prinsip-prinsip penelitian, dan
teori-teori psikologis serta menyusun interaksi teraupetik. Psikoterapi
biasanya digunakan dalam terapi psikiatri pada orang-orang yang mengalami
masalah-masalah tingkah laku yang abnormal, seperti gangguan suasana hati,
gangguan penyesuaian diri, gangguan kecemasan atau skizofrenia. Untuk beberapa
gangguan ini, terutama gangguan bipolar dan skizofrenia, terapi biologis
umumnya memegang peranan utama dalam perawatan. Meskipun demikian, selain
perawatan biologis, psikoterapi membantu pasien belajar tentang dirinya sendiri
dan memperoleh keterampilan-keterampilan yang akan memudahkannya menanggulangi
tantangan hidup dengan lebih baik.
·
Behavioral
Therapy (Terapi Perilaku)
Suatu terapi yang berfokus untuk
memodifikasi atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang
dilakukan dalam suatu lingkungan dan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi
tertentu. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus
secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien. Operan conditioning
adalah modifikasi perilaku yang dipertajam atau ditingkatkan frekuensi
terjadinya melalui pemberian reinforcement. Lingkungan sosial digunakan
untuk membantu seseorang dalam meningkatkan kontrol terhadap perilaku yg
berlebihan atau berkurang (Murray & Wilson).
Indikasi utama dari terapi perilaku
ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi sexual (misalnya
impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya exhibisionisme). Dapat
dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls
(misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara kompulsif), gangguan nafsu makan
(obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada
skizofrenia akut, depresi yang hebat dan (hipo) mania.
Perkembangan Terapi Perilaku
a)
Dialectical
Behavior Therapy (DBT)
DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan
gangguan kepribadian ambang. Terapi ini bersifat selektif, dan mengambil metode
dari terapi suportif, kognitif dan perilaku. Fungsi DBT adalah :
1.
Meningkatkan
dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien
2.
Meningkatkan
matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi dorongan pada perilaku
maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi dan emosi).
3.
Meyakinkan
bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari lingkungan terapeutik ke lingkungan
alami
4.
Membuat
struktur lingkungan sedemikian rupa sehinggaperilaku efektif bukannya perilaku
disfungsi yang didorong
5.
Meningkatkan
motivasi dan kemampuan terapis sehingga diperoleh terapi efektif.
b)
Terapi
Kognitif-Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT)
menampilkan usaha yang relatif baru untuk menyatukan aspek terapi perilaku yang
berguna dengan terapi kognitif dan memiliki tujuan utama membantu pasien
mendapatkan perubahan yang mereka harapkan dalam kehidupannya. Asumsi dasar
yang melatarbelakangi terapi-kognitif perilaku meliputi:
1. Respons
pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang pada realitasnya.
2. Pikiran,
perilaku, dan emosi saling terkait.
3. Tindakan
terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran pasien
4. Manfaat
perubahan proses kognitif dan perilaku pasien lebih besar daripada manfaat
perubahan salah satunya saja.
c.
Sosioterapi
·
Terapi
Lingkungan
Terapi lingkungan adalah pengobatan gangguan mental atau
ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan substansial dalam
keadaan langsung pasien kehidupan dan lingkungan dengan cara yang akan
meningkatkan efektivitas bentuk lain dari terapi. Tujuan terapi lingkungan adalah untuk
memanipulasi lingkungan sehingga semua aspek pengalaman rumah sakit klien
dianggap terapeutik. Konsep terapi lingkungan dikembangkan dari keinginan untuk
melawan efek negatif regresif institusionalisasi: mengurangi kemampuan untuk
berpikir dan bertindak secara independen, adopsi
nilai-nilai kelembagaan dan sikap, dan hilangnya komitmen di dunia luar. Terapi
lingkungan dalam pengobatan yang dilakukan pasien melibatkan baik keluarga dan
lingkungan tempat tinggal pasien agar dapat membantu menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk perkembangan proses pengobatan pasien.
·
Terapi
Keluarga
Terapi keluarga
adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola interaksi keluarga sehingga
bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga (Gurman, Kniskern & Pinsof,
1986). Terapi keluarga muncul dari observasi bahwa masalah-masalah yang ada
pada terapi individual mempunyai konsekwensi dan konteks social.Tujuan pertama adalah menemukan bahwa masalah yang ada berhubungan dengan
keluarganya, kemudian dengan jalan apa dan bagaimana anggota keluarga tersebut
ikut berpartisipasi. Ini dibutuhkan untuk menemukan siapa yang sebenarnya
terlibat, karenanya perlu bergabung dalam sesi keluarga dalam terapi ini, juga
memungkinkan apabila diikutsertakan tetangga, nenek serta kakek, atau keluarga
dekat yang berpengaruh.
C. Gangguan dan Terapi
a.
Skizofrenia
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan
adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan
disability (ketidakmampuan), (Maramis, 1994). Gannguan jiwa jenis ini dapat
terjadi mulai sekitar masa remaja dan kebanyakkan penderitannya adalah berjenis
kelamin laki-laki dan menjadi sakit pada usia antara 15-35 tahun, sedangkan pada
perempuan kebanyakkan penampakan gejala antara usia 25-35 tahun (Kaplana, dkk,
1991). Gangguan kejiwaan skizofrenia ini sering menyebabkan kegagalan individu
dalam mencapai berbagai ketrampilan yang diperlukan untuk hidup yang
menyebabkan penderita menjadi beban keluarga dan masyarakat. (Chandra, 2004).
Gangguan kejiwaan atau skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis
fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala
psikotik yang khas seperti, kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, depresi,
gangguan persepsi, dan perawatan diri. Skizofrenia tipe I ditandai dengan
menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi
longgar, sedangkan pada skizofrenia tipe II ditemukan gejala-gejala negatif
seperti penarikan diri, apatis, dan perawatan diri yang buruk. Berdasarkan
DSM-IV menggunakan subtype skizofrenia yang sama dengan yang digunakan di dalam
DSM-III-R yang meliputi:
1.
Tipe
Paranoid
2.
Tipe
Terdisorganisasi
3.
Tipe
Katakonik
4.
Tipe Tidak
Tergolongkan
Pengobatan
Pengobatan
harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran mental.
Terapist jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang
tidak dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu mahluk yang aneh dan inferior.
Bila sudah dapat diadakan kontak, maka dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang
praktis.
Biarpun
penderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan
yang baik penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja sederhana
dirumah ataupun di luar rumah.
1.
Farmakoterapi
(Terapi Somatik)
Neroleptika
dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan skizofrenia
yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih digunakan pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid obat yang umumnya
diresepkan adalah trifluoperazin. Dengan fenotiazin biasanya waham dan
halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu. Bila tetap masih ada waham dan
halusinasi, maka penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih
kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi
kerja.
Sesudah
gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi,
jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah
lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus
selama satu atau dua tahun.
2.
Terapi
elektro-konvulsi (TEK)
Seperti juga
dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat
memperpendek serangan skizofrenia dan mmpermudah kontak dengan penderita. Akan
tatapi ini tdak dapat mencegah serangan yang akan datang. Bila dibandingkan
dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan
ulang. Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant,
bahaya lebih kurang, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga khusus seperti
terapi koma insulin.
TEK baik
hasilnya pada jenis katatonik terutapa stupor. Terhadap skizofrenia simplex
efeknya mengecewakan; bila gejala hanya ringan lantas diberi TEK, terkadang
gejalanya menjadi semakin berat.
3.
Terapi koma
insulin
Terapi ini
cocok diberikan pada saat permulaan penyakit. Presentasi kesembuhan lebih besar
bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma
insulin memberi hasil yang baik pada penderita awal katatonia dan paranoid.
4.
Terapi
Psikososial
Terapi pelaku. Rencana
pengobatan untuk skzofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan
pasien. Teknik perilaku menggunakan ketrampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Latihan ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan
kaset video orang lain dan pasien, permainan stimulasi (role playing) dalam
terapi, dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang telah digunakan.
Terapi berorientasi-keluarga. Berbagai
terapi berorientasi- keluarga merupakan terapi yang juga berguna dalam
pengobatan skizofrenia. Karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien skizofrenia kembali, seringkali
mendapatkan manfaat terapi keluarga yang singkat tetapi intensif (setiap hari).
Terapi kelompok. Terapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok sangat efektif dalam menurunkan
isolasi kelompok, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas
bagi pasien dengan skizofrenia.
Psikoterapi Individual.
Psikoterapi merupakan terapi yang membantu dan menambahkan efek farmakologis.
Jenis terapi yang dilakukan dalam psikoterapi adalah psikoterapi suportif dan
psikoterapi berorientasi-tilikan. Konsep penting di dalam psikoterapi bagi
seorang pasien skizofrenia ialah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien sehingga menimbulkan rasa aman. Dimana dalam penelitian klinis
menyadari bahwa kemampuan pasien skizofrenia untuk membentuk ikatan terapetik
dengan ahli terapi dapat membantu proses pengobatan.
b.
Gangguan
Mood
Ganggungan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Pasien dengan mood yang meninggi (elevated) yaitu mania, menunjukkan sikap
meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat, penurunan kebutuhan tidur,
penginggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Sedangkan pasien dengan mood
terdepresi (depresi) merasakan hilangnya energy-energi dan minat, perasaan
bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang
kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain dari gangguan mood adalah
perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi
vegetative (tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya).
Gangguan mood yang utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan
bipolar I. Kedua gangguan tersebut biasanya dinamakan gangguan afektif, dimana
patologi utama dalam gangguan tersebut adalah mood, yaitu keadaan emosional
internal yang meresap dari seseorang, dan bukan dari afek (eksprsi
eksternal dari isi emosional saat itu). Pasien yang hanya episode depresif
dikatakan mengalami ganguan depresif berat, seringkali dinamakan depresi
unipolar. Pasien dengan episode manic dan depresif dan pasien yang hanya pada
tahap manic saja dikatakan menderita gangguan bipolar I. Gangguan yang biasanya
menyertai gannguan mood adalah ketergantungan alcohol, kecemasan, dan kondisi
medis.
Pengobatan
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai
beratnya depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan
bijaksana dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan
pikiran-pikiran bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya. Bila sering
terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita
dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi (ECT) disamping
psikoterapi dan obat antidepresi.
1.
Terapi
Psikososial
Terapi kognitif. Terapi
kognitif memusatkan pada distorsi kognitif. Distorsi tersebut termasuk
perhatian selektif terhadap aspek negatif. Tujuan terapi kognitif adalah untuk
menghilangkan episode depresif dan mencegahrekurennya dengan membantu pasien
mengidentifikasi dan uji kognitif negatif, mengembangkan cara berpikir
alternatif, fleksibel, dan positif, serta melatih kembali respon kognitif dan
perilaku baru.
Terapi
berorientasi psikoanalitik. Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood adalah
didasrkan pada teori analitik tentang depresi dan mania. Pada umumnya, tujuan
psikoterapi psikoanalitik adalah untuk mendapatkan perubahan pada struktur atau
karakter kepribadian pasien, bukan semata-mata menghilangkan gejala. Perbaikan
dalam kepercayaan diri, keintiman, kapasitas untuk bersedih, dan kemampuan
untuk mengalami berbagai macam emosi adalah beberapa tujuan terapi
psikoanalitik. Pengobatan seringkali mengharuskan pasien mengalami kecemasan
dan penderitaan yang lebih banyak selama perjalanan terapi.
2.
Farmakoterapi
Pada pasien penderita depresi ringan maka dapat diobati ambulatoar,
menyelidiki sumber stress dan psikodinamika, psikoterapi suportif dan obat
antidepresi. Disamping depresi, sering terdapat juga kecemasan yang timbul
sekunder karena depresi itu seperti kecemasan. Jika terdapat kecemasan, maka di
samping obat antidepresi dapat diberikan obat anti-cemas (tranquilaizer) atau
neroleptik.
Sedangkan pada gangguan depresi berat, sebagian besar klinisi memilih salah
satu obat trisiklik atau tetrasiklik atau salah satu SSRIs sebagai obat lini
pertama dalam pengobatan gangguan depresi berat. Obat trisiklik dan tetrasiklik
memiliki efek samping yang berbeda, pada obat trisiklik seperti aventyl,
desipramine, dan vivactil dan obat tetrasiklik sekunder memiliki efek lebih
ringan daripada obat trsiklik dan tetrasiklik tersier (imipramine).
Efek merugikan dari obat antidepresan adalah letalitasnya jika digunakan
overdosis. Obat trisiklik dan tetrasiklik, sejauh ini, adalah antidepresan yang
paling mematikan, sedangkan SSRIs, bupropion, trazodone, dan MAOIs jauh lebih
aman, tetapi obat tersebut dapat mematikan jika digunakan dalam overdosis dalam
kombinasi dengan alcohol atau obat lain.
c.
Delirium
Delirium menunjuk kepada sindrom otak organic karena gangguan fungsi atau
metabolism otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolism
otak. Gejala utama ialah kesadaran menurun. Gejala-gejala lain adalah:
penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang
bingung atau cemas, gelisah dan panic, ada pasien yang terutama berhalusinasi
dan ada yang hanya berbicara komat-kamit dan inkoheren.
Pengobatan
Tujuan utama
adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Jika
kondisinya adalah toksisitas antikolonergik, penggunaan antilirium atau
intramuscular. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan
fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien
delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami
kecelakaan.
Dua gejala
delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan
insomnia. Obat untuk psikosis adalah haloperidol dan droperidol. Sedangkan
insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine atau dengan
hydroxyzine.
d.
Demensia
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi
adalah intelegensi umum, belajar dan ingatan, bahasa, memecahkan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian, konsentrasi, kepribadian, dan kemampuan sosial.
Ada beberapa macam jenis demensia, yaitu demensia tipe Alzheimer dan demensia
tipe vascular.
Pengobatan
Pendekatan
pengobatan umum pada pasien demensia adalah memberikan perawatan suportif,
bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmkologi untuk
gejala spesifik, termasuk gejala perilaku yang mengganggu. Pengobatan
farmakologis yang diresepkan oleh dokter biasanya adalah benzodiazepine
untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk depresi, dan obat antipsikotik
untuk waham dan halusinasi.
Kesimpulan
1.
Dasar semua
pengobatan adalah suasana terapi yang diciptakan oleh dokter bersama pasiennya.
dan yang memegang peranan penting dalam hal ini adalah hubungan antara pasien
dan dokter. Dalam suasana terapi ini, faktor sugesti dan persuasi, serta
keyakinan dan kepercayaan pada sang pengobat merupakan faktor yang penting.
2.
Pengobatan
dalam psikiatri pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
somatotrapi, terapi psiko-edukatif, dan sosioterapi. Terapi-terapi tersebut
biasanya digunakan pada intervensi gangguan jiwa pada pasien rumah inap ataupun
rawat jalan.
3.
Pada setiap
gangguan yang ada memiliki intervensi yang berbeda-beda dalam penggunaan terapi
pada pasien. Dan setiap terapi yang digunakan memiliki efek yang berbeda-beda
pada proses penyembuhan pasien, baik rentang waktu penyembuhan dan efek samping
selama penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan
Mental 3. Kanisius: Yogyakarta.
Maramis, W. F. 2004. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya.
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin
J., Grebb Jack A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara: Jakarta.
Spar, James E., Rue Asenath La.
2006. Clinical Manual of Geriatric Psychiatry. American Psichiatric
Publishing, Inc.
Sunberg Norman D., Winenager Allen
A., Taplin Julian R. 2007. Psikologi Klinis. Edisi keempat. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta
Davidson Gerald C., Neale John M.,
Kring Ann M. 2006. Psiologi Abnormal. Edisi kesembilan. Rajawali Pers:
Jakarta
Comments
Post a Comment